H. Permana Setiawan. Warna Kalimantan
KALIMANTAN TENGAH, BARITO UTARA, MUARA TEWEH - "Pemerintah daerah sering menjadi sasaran kemarahan warga saat terjadi kelangkaan BBM karena dianggap berada di garis depan pelayanan publik, meskipun kewenangan penuh dalam tata kelola energi dan distribusi utama berada di tangan pemerintah pusat dan Pertamina", demikian dikatakan H. Permana Setiawan (3/12/2025).
Pernyataan Permana Setiawan dikeluarkan setelah melihat reaksi masyarakat yang mulai bermunculan dimana-mana dan mulai mengarah ke Pemerintah Daerah yang dianggap tidak hadir dalam permasalahan ini. Sementara BBM sudah benar-benar langka dan sudah dalam keadaan "warning" karena telah memengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari warga Barito Utara saat ini.
Sebagian lagi menilai, Pemimpin Daerah dalam keadaan demikian justru tidak menunjukan perhatiannya sama sekali, hanya menyibukan diri pada kegiatan road show kunjungan-kunjungan terkait infrastruktur, dan melakukan agenda kegiatan yang tidak langsung menyentuh kepentingan masyarakat kata mereka.
Menurut H. Permana, Pemerintah Daerah yang menjadi sasaran disalahkan dikarenakan beberapa faktor penyebab, diantaranya visibilitas langsung, yaitu warga mengalami langsung dampak kelangkaan di SPBU lokal, sehingga pemerintah daerah (Pemda) menjadi pihak terdekat yang dapat dimintai pertanggungjawaban atau solusinya.
"Faktor berikutnya ada persepsi di masyarakat bahwa Pemda memiliki kuasa penuh untuk menyelesaikan masalah di wilayahnya, padahal dalam rantai pasok BBM, peran utama ada di level pusat," papar Permana.
Selanjutnya ketidakpahaman alur, yaitu masyarakat sering kali tidak sepenuhnya memahami pembagian peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat (Kementerian ESDM, BPH Migas) dan pemerintah daerah dalam pengelolaan energi, jelas dia.
Pengelolaan BBM ada pembagian tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah. Meskipun distribusi BBM adalah tanggung jawab utama pemerintah pusat dan PT Pertamina (Persero), pemerintah daerah memiliki peran pendukung yang penting, tutur dia.
"Pemerintah Pusat & Pertamina bertanggung jawab atas kebijakan penetapan kuota nasional, pengadaan, impor, dan jaringan distribusi utama dari hulu ke hilir. Sedangkan Pemerintah Daerah berperan dalam hal pengawasan penyaluran BBM bersubsidi di wilayahnya, memastikan pendistribusian tepat sasaran, mengusulkan penambahan kuota lokal, dan membantu mengkoordinasikan solusi saat terjadi hambatan distribusi (misalnya, akibat bencana alam atau cuaca buruk)," terang anggota DPRD PKB ini.
Dalam beberapa kasus, menurutnya, kelangkaan memang dapat diperparah oleh faktor lokal seperti gangguan transportasi (banjir atau kemacetan di pelabuhan), penyelewengan oleh oknum, atau panic buying, di mana pemerintah daerah dituntut untuk segera bertindak.
Kesimpulannya, kata Permana, meskipun Pemda tidak memiliki kendali penuh atas pasokan BBM, mereka sering disalahkan karena menjadi representasi pemerintah yang paling mudah dijangkau dan terlihat oleh masyarakat saat krisis terjadi.
"Dan saya meminta Pertamina benar-benar menjalankan mandatnya untuk menyediakan energi bagi seluruh masyarakat dan segera mengambil langkah antisipatif serta solutif untuk mengatasi kelangkaan BBM saat ini. Agar juga kami sebagai Wakil Rakyat beserta Pemerintah Daerah tidak menjadi sasaran warga, yang sebenarnya itu adalah tugas dan wewenang utama kalian," kata Permana ditujukan kepada Pertamina.
Permana menceritakan, dirinya sebagai wakil rakyatpun juga terdampak akibat kelangkaan BBM, ia bahkan sempat mendorong motor sampai rumahnya karena kehabisan bahan bakar, disebabkan pedagang eceran pun kosong BBMnya.